About Me

Andi Yusriadi
Lihat profil lengkapku

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.

Limnologi (Aab)


I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Limnologi merupakan salah satu cabang ilmu perairan yang mempelajari proses-proses dan kekuatan-kekuatan yang menjaga integritas perairan serta hubungan antara air, tanah dan organisme yang ada di dalam badan perairan. Dalam hal ini Limnologi membahas secara umum aspek-aspek yang mempengaruhi perairan, khususnya yang ada di darat atau disebut juga perairan air tawar. Termasuk di dalamnya beberapa parameter fisika, kimia,dan biologi. Parameter fisika meliputi: kecepatan arus, debit air, suhu, kecerahan, dan kedalaman. Parameter kimia meliputi: oksigen terlarut, karbondioksida, alkalinitas, pH, dan kesadahan. Parameter biologi meliputi: produktivitas perairan. (Soedarsono, 1986).
Salah satu spesifikasi dari limnologi itu sendiri, yaitu Manajemen Kualitas Air. Dalam hal ini dipelajari bagaimana cara memanajemen air agar mempunyai kualitas yang baik untuk organisme atau kultivan yang dibudidayakan, baik air yang berada di tempat budidaya maupun yang berasal dari sumber air yang dialirkan sampai ke tempat budidaya. Sehingga dengan itu semua diharapkan akan dapat meningkatkan produktivitas kultivan tersebut (Soedarsono, 1986).
Limnologi diberikan kepada para mahasiswa sebagai dasar pengetahuan mengenai parameter-parameter yang terdapat dalam perairan suatu danau. Praktikum limnologi ini diberikan atau dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari mata kuliah Limnologi yang telah diberikan dan sekaligus sebagai penerapan ilmu yang telah diterima oleh mahasiswa sehingga mahasiswa dapat melihat dan mengamati kualitas air yang layak bagi budidaya dan sebaliknya.

1.2. Pendekatan Masalah
Kualitas air sangat menentukan kelangsungan hidup kultivan yang hidup di dalamnya, dimana kualitas perairan dipengaruhi oleh aspek fisika, kimia, dan biologi. Diharapkan setelah melakukan praktikum bisa memberikan informasi yang dibutuhkan untuk menentukan kualitas air pada kolam pembenihan Ikan Karper (Cyprinus carpio Blecker), sehingga nantinya akan didapatkan produksi ikan dengan bibit-bibit unggul yang berkualitas. Adapun skema pendekatan masalah terdapat pada Gambar 1.

Keterangan :
Hubungan langsung
Gambar 1. Skema Pendekatan Masalah

1.3. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum Limnologi antara lain :
1. Mengetahui aspek-aspek limnologi pada kolam Ikan Karper (Cyprinus carpio Blecker) di PBIAT Ambarawa.
2. Mengetahui kondisi limnologi pada habitat kolam air tawar dengan mengukur parameter-paremeter dalam perairan tersebut, antara lain :
a. Parameter Kimia, meliputi : oksigen terlarut, karbondioksida, ……alkalinitas, derajat keasaman (pH), dan kesadahan
b. Parameter Biologi, meliputi : produktivitas primer.
c. Parameter Fisika, meliputi : suhu air, suhu udara, kecerahan, debit air, ……arus dan kedalaman.

1.4. Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum limnologi ini adalah :
1. Mengetahui kualitas air, meliputi : oksigen terlarut, debit air, suhu udara, suhu air, kecerahan, kedalaman, kecepatan arus, karbondioksida, alkalinitas, pH, kesadahan dan produktivitas primer pada kolam ikan Karper di PBIAT Ambarawa

2. Mengetahui tingkat kesuburan kolam ikan Karper di PBIAT Ambarawa.
3. Mengetahui kelayakan kolam yang sesuai untuk budiadaya perikanan di PBIAT Ambarawa.

1.5. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum limnologi ini akan dilaksanakan pada hari Kamis dan Jumat, tanggal 16 dan 17 Oktober 2009 di PBIAT Ambarawa.

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Parameter Kimia
2.1.1. Oksigen terlarut
Oksigen terlarut adalah jumlah oksigen yang terdapat pada atmosfer bumi, yang larut pada suatu perairan. Oksigen terlarut (dissolved oxygen) dianggap sangat penting karena keberadaannya menentukan hidup matinya organisme. Selain itu, seperti halnya dengan gas lain, oksigen tidaklah bereaksi dengan air akan tetapi molekul ini dibentuk oleh hidrogen – hidrogen pada molekul air. Jadi mudah terlarut dan tidak mudah terlepas. Molekul ini akan mudah terlarut ke air karena tekanan parsialnya lebih kecil dari gas lain dan mudah terlepas ke atmosfer apabila keadaan terlewat jenuh (Boyd, 1988).
Kadar oksigen jenuh akan tercapai jika kadar oksigen yang terlarut di perairan sama dengan kadar oksigen yang terlarut. Kadar oksigen tidak jenuh terjadi jika kadar oksigen yang terlarut lebih kecil dari pada kadar oksigen secara teoretis. Kadar oksigen yang melebihi nilai jenuh disebut lewat jenuh (super saturasi). Kejenuhan untuk menyatakan oksigen diperairan dinyatakan dengan persen saturasi (Jeffris dan Mills, 1996).
Pada perairan air tawar, kadar oksigen terlarut berkisar antara 15 mg/liter pada suhu 0°C dan 8 mg/liter pada suhu 25°C, sedangkan di perairan laut berkisar antara 11 mg/liter pada suhu 0°C dan 7 mg/liter pada suhu 25°C (Mc Neely et al, 1979). Kadar oksigen terlarut pada perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/liter (Effendi, 2003).
Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dengan jumlah yang cukup. Kebutuhan oksigen sangat dipengaruhi oleh suhu dan bervariasi antar organisme. Keberadaan logam berat yang berlebihan di perairan mempengaruhi sistem respirasi organisme akuatik sehingga pada saat kadar oksigen terlarut rendah terdapat logam berat dengan konsentrasi tinggi, organisme akuatik keadaannya menjadi lebih buruk (Tebbutt, 1992).
Pada siang hari ketika matahari bersinar terang, pelepasan oksigen oleh proses fotosintesis yang berlangsung intensif pada lapisan eufotik lebih besar daripada oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi. Kadar oksigen terlarut dapat melebihi kadar oksigen jenuh (saturasi) sehingga perairan mengalami super saturasi (Jeffries dan Mills, 1996).
Pada malam hari, fotosintesis berhenti tetapi respirasi terus berlangsung. Pola perubahan kadar oksigen ini mengakibatkan terjadinya fluktuasi harian oksigen pada lapisan eufotik perairan. Kadar oksigen maksimum terjadi pada sore hari, sedangkan kadar minimum terjadi pada pagi hari (Effendi, 2003).
Menurut Wardoyo dan Braptohardjo (1978), oksigen akan masuk perairan melalui :
a. Difusi langsung dari udara
b. Aliran air yang masuk
c. Hujan yang jatuh
d. Proses asimilasi tumbuhan hijau
Menurut Sutarmanto (1995) kondisi optimal bagi kebanyakan ikan adalah 5 mg/liter sedang toleransi untuk tumbuh sebesar 1-5 mg/liter. Konsentrasi oksigen yang larut dalam air yang dibutuhkan tergantung dari jenis biota yang hidup dalam perairan. Perairan yang mengandung 5 mg/liter oksigen pada suhu air antara 20-30 C masih dapat dipandang sebagai air yang cukup baik bagi kehidupan ikan.
2.1.2. Karbondioksida
Karbondioksida memegang peranan sebagai unsur makanan bagi semua tumbuhan-tumbuhan hijau yang mampu melakukan proses asimilasi. Sumber utama karbondioksida dari proses perombakkan bahan-bahan organik oleh jasad-jasad renik dan proses pernapasan hewan serta tumbuh-tumbuhan dalam air pada malam hari (Effendi, 2003).
Pada dasarnya keberadaan karbon dioksida di perairan tedapat dalam bentuk karbondioksida bebas (CO2), ion bikarbonat (HCO3-), ion karbonat (CO32), dan asam karbonat (H2CO3) (Boney, 1989 dan Cole, 1988). Istilah “karbondioksida bebas” (free CO2) digunakan untuk menjelaskan CO2 yang terlarut dalam air, selain yang berada dalam bentuk terikat sebagai ion bikarbonat (HCO3-) dan ion karbonat (CO32-). CO2 bebas menggambarkan keberadaan gas CO2 di perairan yang membentuk kesetimbangan dengan CO2 di atmosfer. Nilai CO2 yang terukur biasanya berupa CO2 bebas (Effendi, 2003).
Perairan tawar alami hampir tidak pernah memiliki pH >9 sehingga tidak ditemukan karbon dalam bentuk karbonat. Pada air tanah, kadar karbonat biasanya sekitar 10mg/liter karena sifat air tanah yang cenderung alkalis. Perairan yang memiliki kadar sodium tinggi mengandung karbonat sekitar 50 mg/liter (Effendi, 2003). Perairan tawar alami memiliki pH 7-8 biasanya mengandung ion bikarbonat < 500 mg/liter dan hampir tidak pernah kurang dari 25 mg/liter ion ini mendominasi sekitar 60-90% bentuk karbon anorganik total di perairan (McNeely et al, 1979).
Pada perairan tawar, ion bikarbonat berperan sebagai sistem penyangga (buffer) dan penyedia karbon untuk keperluan fotosintesis. Pada perairan lunak (soft water) yang memiliki kesadahan (kadar kalsium dan magnesium) dan pH rendah, pada umumnya karbondioksida terdapat dalam bentuk gas, sangat sedikit yang terdapat dalam bentuk terikat sebagai bikarbonat dan karbonat. Pada perairan sadah, karbondioksida banyak terdapat dalam bentuk bikarbonat. Karbondioksida bereaksi dengan kalsium karbonat membentuk kalsium bikarbonat (Effendi, 2003).
Kadar karbondioksida di perairan dapat mengalami pengurangan, bahkan hilang akibat proses fotosintesis, evaporasi dan agitasi air (pergolakan massa air). Perairan yang di peruntukkan bagi kepentingan perikanan sebaiknya mengandung kadar karbondioksida bebas <5mg/liter. Kadar karbondioksida bebas sebesar 10mg/liter masih dapat ditolerir oleh organisme akuatik, asal di sertai dengan kadar oksigen yang cukup. Sebagian besar organisme akuatik masih dapat bertahan hidup hingga kadar karbondioksida bebas mencapai sebesar 60mg/liter (Boyd, 1988).
2.1.3. Alkalinitas
Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau di kenal dengan sebutan acid-neutralizingcapacity (ANC) atau kuantitas anion di dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas juga di artikan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan (Effendi, 2003).
Alkalinitas menggambarkan kandungan basa yang dapat dititrasi dengan asam kuat seperti basa dari kation-kation Ca, Mg, K, NH4, dan Fe. Pada umumnya pada perairan tawar bersenyawa dengan anion karbonat, asam lemah dan hidroksil. Apabila suatu perairan mengandung mineral karbonat dan bikarbonat maka perairan tersebut akan memilki pH diatas netral (bersifat basa). Besarnya nilai ini menunjukan adanya kapasitas penyangga pada perairan serta dapat digunakan sebagai penduga kesuburan (Yunus, 1975).
Tabel 1.Hubungan alkalinitas dengan kualitas air bagi keperluan perikanan menurut Wardoyo dan Braptohardjo (1978)
Alkalinitas
(mg/liter CaCo3 Kualitas air untuk perikanan

0-10 Sangat asam tidak dapat dimanfaatkan
10-50 Alkalinitas rendah, kematian ikan mungkin terjadi, pH bervariasi, penyediaan CO2 rendah, perairan kurang produktif.
50-200 Alkalinitas sedang, pH stabil, penyediaan CO2 sedang, produktivitas perairan sedang.
>500 Jarang ditemukan, pH stabil produktivitas diduga tidak terancam.

2.1.4. Derajat keasaman (pH)
Kisaran pH suatu perairan kadang mengalami fluktuasi atau perubahan yang cukup drastis. Hal ini kurang menguntungkan, sebab akan mempengaruhi kehidupan ikan yang dipelihara. Fluktuasi atau perubahan pH yang drastis di suatu perairan dapat dicegah apabila perairan tersebut mempunyai sistem buffer yang memadai. Suatu perairan apabila mengandung mineral karbonat, bikarbonat, borat, dan silikat, maka pada perairan tersebut akan memilki pH diatas netral (bersifat basa) dan dapat mencegah terjadinya penurunan pH secara drastis (Nuitja dan Syafei, 1997).
Nilai derajat keasaman (pH) perairan yang cocok untuk budidaya Ikan Karper (Cyprinus carpio Blecker) berkisar 7,5-8,5. Walaupun pH 6,5-9 masih dikategorikan baik untuk memelihara ikan, tetapi pH = 4 sudah terlalu asam bagi ikan sehingga dapat membunuh ikan. Sementara pH = 11 pun demikian, air sudah terlalu basa dan dapat membunuh ikan. Untuk mengambil pH air, bisa diukur dengan beragam alat misalnya kertas lakmus atau sekarang banyak diproduksi alat baru yang disebut pH meter yang berguna untuk mengukur pH air dan tanah (Susanto, 1986).
2.1.5. Kesadahan
Keasadahan perairan adalah suatu penggambaran kemampuan perairan dalam mengendapkan sabun-sabun yang disebabkan adanya kation-kation (Ca, Mg, Fe, Mn, Sn, dan H) dan ion-ion polivalen lainnya. Oleh karena perairan tawar didominasi Ca dan Mg maka kesadahan biasanya digunakan sebagai petunjuk kandungan garam-garam dari kedua kation tersebut ( Yunus, 1975).
Tabel 2. Klasifikasi Perairan Berdasarkan Nilai Kesadahan menurut Sawyer dan Mc Carty di dalam Nuitja dan Syafei (1997).
Kesadahan (mg/liter CaCO3) Klasifikasi Perairan
<50
50-150
150-300
>300 Lunak (soft)
Menengah (moderately hard)
Sadah (hard)
Sangat sadah (very hard)

Kesadahan perairan berasal dari kontak air dengan tanah dan bebatuan. Air hujan sebenarnya tidak memiliki kemampuan untuk melarutkan ion-ion penyusun kesadahan yang banyak terikat di dalam tanah dan batuan kapur, meskipun memiliki kadar karbondioksida yang relatif tinggi. Larutnya ion-ion yang dapat meningkatkan nilai kesadahan tersebut lebih banyak disebabkan oleh aktivitas bakteri di dalam tanah yang banyak mengeluarkan karbondioksida (Effendi, 2003).
Perairan dengan nilai kesadahan tinggi pada umumnya merupakan perairan yang berada di wilayah yang memilki lapisan tanah pucuk (top soil) tebal dan batuan kapur. Peraiarn lunak berada pada wilayah dengan lapisan tanah atas tipis dan batuan kapur relatif sedikit atau bahkan tidak ada (Effendi, 2003).
Kesadahan diklasifikasikan berdasarkan dua cara, yaitu berdasarkan ion logam (metal) dan berdasarkan anion yang berasosiasi dengan ion logam. Berdasarkan ion logam, kesadahan dibedakan menjadi kesadahan kalsium dan kesadahan magnesium. Berdasarkan anion yang berasosiasi dengan ion logam, kesadahan di bedakan menjadi kesadahan karbonat dan kesadahan non-karbonat
(Effendi, 2003).
2.2. Parameter Biologi
2.2.1. Produktivitas primer
Produktivitas primer adalah laju produksi zat organik melalui fotosintesis. Produksi primer adalah jumlah karbon (C) yang diikat oleh fitoplankton per m2, per m3 dalam satuan waktu. Produksi primer merupakan suatu ekosistem, komunitas, atau berbagai unit kehidupan lainnya. Hal ini didefinisikan sebagai kecepatan dari pada penyimpanan energi matahari melalui fotosintesis dan kemosintesis oleh organisme produser dalam bentuk bahan organik sebagai bahan makanan (Raymond, 1980).
Produktivitas primer dari tumbuh-tumbuhan hijau adalah sebagai jumlah energi yang tersimpan atau unit area, proses ini hanya terjadi pada tumbuhan yang berklorofil. Faktor lingkungan yang mempengaruhi tingkat produktivitas primer perairan dalam ekosistem, faktor lingkungan berpengaruh terhadap segala aktivitas yang terjadi di lingkungan. Beberapa pengaruh yang menentukan kandungan klorofil dan produktivitas primer adalah kedalaman, kecerahan, kecepatan arus, suhu, salinitas, fosfat, dan nitrit. Fitoplankton yang hidup dalam perairan merupakan penyokong produktivitas primer. Pengukuran tingkat produktivitas primer suatu perairan alami harus berdasarkan besarnya aktivitas fotosintesis oleh bakteri dan alga (Odum, 1971).
Produktivitas primer sangat penting bagi budidaya, karena sebagai penghasil oksigen terbesar yang sangat dibutuhkan oleh organisme untuk bernapas. Produktivitas primer sangat dipengaruhi oleh tingkat kesuburan perairan tersebut, kesuburan dipengaruhi oleh kecepatan pengeluaran bahan organik menjadi garam mineral. Bila suatu perairan kurang subur produktivitas primer harus dirangsang dengan pemupukan. Pada perairan yang produktivitasnya tinggi maka sinar matahari dapat menembus beberapa sentimeter saja, karena terhalang oleh fitoplankton yang ada dalam permukaan air (Afrianto dan Liviawaty, 1998).

2.3. Parameter Fisika
2.3.1. Debit air
Debit air yang mengalir ke kolam sistem air deras merupakan faktor yang memegang peranan sangat penting untuk menghasilkan kualitas air yang baik. Debit air yang terlalu rendah akan mengakibatkan produksi ikan menurun karena kandungan O2 di dalam air menjadi berkurang dan sisa makanan atau kotoran hasil sisa metabolisme tidak dapat segera dibuang. Debit air yang terlalu deras akan mengakibatkan pertumbuhan ikan menjadi terhambat, karena sebagian besar energi yang telah diperoleh akan digunakan untuk mempertahankan diri dari pengaruh arus yang terlalu besar (Afrianto dan Liviawaty, 1998).
Untuk menghindari terjadinya penyumbatan pada pintu pemasukan air, air dari saluran harus disaring terlebih dahulu sebelum dialirkan ke kolam. Alat penyaringan dapat dibuat secara sederhana dari bahan besi atau bambu (Afrianto dan Liviawaty, 1998).
2.3.2. Suhu
Suhu air yang merupakan faktor penting yang harus diperhatikan karena dapat mempengaruhi derajat metabolime tubuh ikan. Bila suhu air tinggi, derajat metabolisme ikan akan tinggi. Sebaliknya kalau suhu air rendah, derajat metabolisme ikan pun rendah. Derajat metabolisme ikan berpengaruh terhadap kebutuhan oksigen dan sebanding dengan kenaikan suhu air (Mulyono, 2001).
Suhu udara lebih rendah dibanding suhu air karena dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses kimia, fisika dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu bagi pertumbuhannya (Haslam, 1995)
Menurut Cholik et al. (1986), ikan-ikan tropis tumbuh dengan baik pada suhu air antara 25-32oC. Suhu sangat berpengaruh terhadap proses kimiawi dan biologi meningkat dua kali lipat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC. Pada keadaan suhu air lebih tinggi, pupuk yang digunakan akan melarutkan lebih cepat dalam air kolam. Demikian pula herbisida akan lebih cepat menghilang daya racunnya dibandingkan dalam air yang suhunya lebih rendah.
2.3.3. Kecerahan
Kecerahan merupakan gambaran kedalaman air yang dapat ditembus oleh cahaya dan visibel untuk mata pada umumnya. Penyinaran cahaya matahari akan berkurang secara cepat sesuai dengan makin tinginya kedalaman (Boyd, 1988). Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah (Effendi, 2003).
Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk, berfungsi untuk menghitung tingkat kekeruhan air secara kuantitatif. Tingkat kekeruhan air tersebut dinyatakan dengan suatu nilai yang dikenal dengan kecerahan secchi disk (Jeffries dan Mills, 1996).
Kecerahan air dalam kolam pemeliharaan ikan juga mempengaruhi hidup dan berkembangnya ikan. Air yang keruh tidak baik untuk budidaya sebab menghambat cahaya matahari untuk menembus ke dasar kolam. Kekeruhan antara lain disebabkan oleh benda halus seperti lumpur dan jasad renik. Kekeruhan air yang disebabkan oleh lumpur dapat diatasi dengan pembuatan kolam pengendapan atau kolam zig-zag pada saluran masuk utama (Susanto, 1986).
Kandungan padatan tersuspensi dalam air juga dapat mengakibatkan penyakit pada ikan, sehingga menyebabkan terganggunya pertumbuhan ikan. Selain itu, kekeruhan juga berpengaruh terhadap daya pandang ikan, sehingga menyebabkan pakan tidak termakan. Kekeruhan di bawah 100mg/liter masih dapat ditolerir oleh sebagian besar spesies ikan (Rejeki, 2001).
2.3.4. Kedalaman
Kedalaman perairan memberikan petunjuk keberadaan parameter limnologi pada suatu habitat aquatik tertentu (Priyadi dan Suminto, 1989). Fitoplankton dalam melakukan fotosintesis membutuhkan sinar matahari, penyinaran cahaya matahari akan berkurang secara cepat sesuai dengan makin tingginya kedalaman suatu perairan tersebut. Oleh sebab itu fitoplankton sebagai produsen primer hanya didapat pada daerah atau kedalaman dimana sinar matahari masih dapat menembus badan perairan. Sinar matahari yang masuk ke laut akan semakin berkurang energinya karena diserap (absorbsi) dan disebarkan (scattering) oleh molekul-molekul di laut. Selain berkurang energinya, sinar matahari yang masuk akan mengalami pula perubahan kualitas dalam komposisi spektrumnya (Hutabarat dan Evans, 1985).
Kedalaman yang ideal untuk kolam-kolam pemeliharaan ikan adalah 60-150cm. Semakin dalam dasar kolam permukaan air di kolam tersebut, maka semakin luas ruang gerak ikan. Salah satu pertimbangan dalam menentukan kedalaman suatu kolam, yaitu kemampuan sinar matahari untuk menembus ke dasar kolam (Susanto, 1986).
2.3.5. Arus
Arus mempunyai pengaruh yang besar terhadap distribusi atau penyebaran organisme termasuk benthos. Selain itu arus merupakan sarana transport yang baik untuk makanan maupun oksigen bagi organisme. Arus yang terjadi pada kolam pemijahan ikan koi yang diamati adalah berfariasi karena kolam pemijahan ikan karper adalah termasuk kolam intensif yang memungkinkan pengaturan debit air (Nybakken, 1992).
Kecepatan arus pada kolam pemijahan ikan karper kebanyakan dipengaruhi oleh debit air karena ukuran kolam yang kecil dan dengan kedalman yang agak dalam sehingga pengaruh angin dalam menciptakan arus tidak terlalu besar. Pada kolam yang agak dalam arus yang ada sangatlah penting peranannya karena arus tersebut dapa membersihan kolam dari sisa-sisa metabolishme dan sisa-sisa makanan ikan. Selain itu kolam akan mendapat suplai air yang segar dengan kadar oksigen yang tinggi (Effendi, 2003).

III. MATERI DAN METODE
3.1. Materi
3.1.1.Alat
Alat yang digunakan pada praktikum Limnologi terdapat pada tabel 3…
Tabel 3. Alat yang digunakan pada praktikum Limnologi
No Nama Alat Ketelitian Kegunaan
1.
2.
3.
4.

5.
6.

7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15. Bola arus (Jeruk)
Stop watch
Ember
Meteran jahit

Thermometer
Secchi disk

Spuit suntik
Botol cuka
Kertas label
Alat tulis
Milimeter block
Botol aqua
Botol BOD
Tabung Erlenmeyer
Pipet Tetes -
-
10 liter
-

1o C
-

0,01 ml
5 mL
-
-
-
600 ml
-
250 ml
- Untuk mengukur arus
Untuk kontrol waktu
Untuk mengukur debit air
Untuk mengukur lintasan bola arus.
Untuk mengukur suhu
Untuk mengukur kecerahan dan kedalaman
Untuk titrasi
Sebagai tempat reagen
Untuk memberi label reagen
Untuk mencatat hasil uji
Untuk menggambar grafik
Untuk mengambil sample air
Untuk mengukur DO
Untuk mencampur larutan
Untuk mengambil larutan

…………….
3.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum Limnologi terdapat pada tabel 4…

Tabel 4. Bahan yang digunakan pada praktikum Limnologi
No Nama bahan Kegunaan
1.

2.
3.
4.
5.

6.
7.

8.
9.

10.
11.
12.
13.
14.

15.
16. Sample air

MnSO4
NaOH dalam KI
H2SO4 pekat
Na2S2O3

PP (Phenolptalein) Na2CO3
Na2CO3

HCl
Indikator MO (Metil Orange)

paper
Indikator Chrom black T
Na-EDTA
Aquadest
Na2S9H2O

Buffer
Indikator Amilum Bahan utama pada praktikum parameter kimia dan biologi
Untuk mengikat oksigen
Untuk mengikat oksigen
Untuk melepas ikatan oksigen
Untuk mentitrasi sampai berwarna kuning muda
Untuk mengetahui keberadaan CO2
Untuk mentitrasi hingga warna merah muda
Untuk menghilangkan warna merah muda
Untuk zat tambahan bila tidak terjadi perubahan warna
Untuk indikator pH
Untuk merubah warna menjadi ungu
Untuk titrasi sampai menjadi biru
Untuk sampel dan pencucian alat
Untuk indikator tambahan jika tidak berubah menjadi biru pada uji kesadahan
Untuk menaikkan pH
Untuk uji produktivitas primer dan .. …oksigen terlarut

3.2. Metode
3.2.1. Penentuan lokasi sampling
Praktikum limnologi adalah praktikum yang mempelajari tentang perairan darat berdasarkan inilah kami menentukan lokasi sampling. Lokasi sampling yang kami ambil sebagai lokasi sampling adalah kolam pembenihan Ikan Karper (Cyprinus carpio Blecker ) di PBIAT Ambarawa. Kolam ini mempunyai substrat dasar berupa lumpur.
3.2.2. Metode pengukuran parameter kimia
3.2.2.1. Oksigen terlarut
Metode yang digunakan dalam mengukur oksigen terlarut adalah mengambil sampel air dengan menggunakan botol BOD 125 ml, kemudian menambahkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml NaOH dalam KI, .kemudian menutup botol, dan mengocok lalu dibiarkan mengendap, setelah larutan sampel mengendap ditambahkan 1 ml H2SO4 pekat,…kemudian menutup botol BOD, sehingga larutan berwarna kuning. Kemudian memasukkan 50 ml sampel tersebut kedalam erlenmeyer 250 ml. Melakukan titrasi dengan 0,025 N Na2S2O3 hingga larutan berwarna kuning muda. Lalu menambahkan 2 tetes indikator amilum hingga berwarna biru, kemudian melanjutkan titrasi dengan 0,025 N Na2S2O3 hingga warna larutan menjadi bening (warna biru hilang). Membaca skala penurunan reagen yang di gunakan pada spuit suntik. Kemudian memasukkan kedalam rumus :

3.2.2.2. Karbondioksida bebas
Metode yang digunakan dalam mengukur karbondioksida bebas adalah mengambil 50 ml sampel air dan memasukkan ke dalam tabung .erlenmeyer. Menambahkan 2 tetes PP apabila setelah penambahan indikator PP larutan .berwarna merah muda, maka kandungan karbondioksida dianggap nol. Sedangkan apabila tidak berwarna, titrasi larutan dengan 0,045 N Na2CO3 (Natrium Karbonat) hingga warna menjadi merah muda. Membaca skala banyaknya penurunan reagen yang digunakan pada spuit suntik. Memasukkan ke dalam rumus :

3.2.2.3. Alkalinitas
Metode yang digunakan dalam mengukur alkalinitas adalah mengambil 50 ml sampel air dan memasukkannya ke dalam erlenmeyer. Kemudian menambahkan 2 tetes PP jika terjadi warna merah muda lanjutkan titrasi dengan 0,025 N HCl hingga warna merah muda hilang, mencatat jumlah ….. titran yang digunakan (A) dan memasukkannya ke dalam rumus. Bila tidak terjadi warna merah menambahkan 1-2 tetes Indikator MO. Kemudian dititrasi dengan menggunakan larutan 0,025 N HCL hingga larutan berwarna merah seulas. Membaca skala penurunan titran pada spuit suntik (B), masukkan banyaknya ml titran pada rumus :

3.2.2.4 pH
Diukur dengan menggunakan pH paper. Dengan cara memasukkan pH paper pada larutan sampel kemudian mencocokkan warna pH pada skala yang ada.
3.2.2.5 Kesadahan
Metode yang digunakan dalam mengukur kesadahan adalah mengambil 10 ml air sampel dan dimasukan ke dalam tabung reaksi, kemudian menambahkan 1-2 ml larutan buffer hingga pH 10 (biasanya cukup dengan 1 ml). Menambahkan indikator Chrom Black T sampai warna berubah menjadi ungu, kemudian dititrasi dengan menggunakan Na-EDTA. Bila warna tidak menjadi biru (sebelum 5 menit) ada kemungkinan indikator sudah rusak atau air contoh perlu ditambah indikator yaitu 5 gr.Na2S9H2O atau 3,7 gr Na2S5HO dalam 100 ml aquadest, perlu diketahui .larutan ini mudah rusak oleh udara sehingga harus ditutup rapat-rapat, .pemakaian indikator cukup 1 ml per 25 ml air sampel.Setelah mengetahui jumlah Na-EDTA yang digunakan, lalu dimasukkan dalam rumus :
Kesadahan = A x 150 (mg/L)
Dimana : A = mL Na – EDTA
3.2.3. Metode pengukuran parameter biologi
3.2.3.1. Produktifitas primer
Metode yang digunakan dalam mengukur produktifitas primer adalah mengambil air sampel dengan menggunakan dua botol BOD (gelap dan .terang). Kemudian merendamkan kedua botol BOD ke dalam kolam, Setelah empat jam mengambil dan mengukur kandungan oksigen terlarutnya. Perhitungan pp dilakukan berdasarkan pada perbedaan kelarutan oksigen yang terdapat pada botol gelap dan yang terdapat dalam botol terang, dengan menggunakan rumus :
x x (mg /L)
Dimana : BT = Botol terang
BG = Botol gelap
X = Waktu inkubasi
Pq = 1,2
3.2.4. Metode Pengukuran Parameter Fisika
3.2.4.1. Debit air
Pengukuran debit air dilakukan dengan cara menampung air yang keluar dari inlet atau outlet dengan menggunakan ember 1 liter dan menghitung waktu ember terisi penuh dengan stop watch, kemudian untuk menghitung debit air menggunakan rumus :

Dimana : Q = debit air
A = volume air tertampung dalam ember
B = waktu yang dicapai ketika ember terisi penuh
3.2.4.2. Suhu
Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer air raksa baik untuk suhu air dan suhu udara. Khusus untuk suhu air pembacaan skala termometer harus berada seluruhnya di dalam air.

3.2.4.3. Kecerahan
Pengukuran kecerahan dilakukan dengan menggunakan secchi disc yang digunakan berupa piringan berdiameter 20-30 cm yang dicat hitam-putih berselang-seling. Cara penggunaanya dengan cara membaca skala pada tongkat/tali secchi disc yang dimasukkan ke dalam air dimana piringan tersebut tidak terlihat, dengan skala dimana piringan secchi disc terlihat. Hasil pembacaan skala kemudian dimasukkan ke rumus :

Dimana : D = Kedalaman dan kecerahan air
K1 = Kedalaman Secchi disc tidak terlihat
K2 = Kedalaman Secchi disc terlihat
3.2.4.4. Kedalaman
Pengukuran kedalaman air dilakukan dengan menggunakan tali atau tongkat berskala atau menggunakan secchi disc yang sudah dirancang sesuai ukuran yang ditentukan.
3.2.4.5. Kecepatan arus
Pengukuran kecepatan arus dilakukan dengan menggunakan bola arus/jeruk yang diikat dengan tali raffia sepanjang 1 meter. Bola arus dibiarkan mengapung di atas air kemudian menghitung waktu yang ditempuh bola sepanjang 1 meter dengan menggunakan stopwatch. Kemudian menghitung dengan cara jarak yang ditempuh bola arus (1 meter) dibagi waktu (detik).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Parameter kimia
4.1.1.1. oksigen terlarut (DO)
Hasil pengamatan pengukuran kadar oksigen terlarut (DO) pada kolam pembenihan ikan Karper ( Cyprinus carpio Blecker ) PBIAT Ambarawa setiap 4 jam sekali selama 24 jam terjadi pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil pengukuran kadar oksigen terlarut (DO) kolam ikan Karper
( Cyprinus carpio Blecker )
No Waktu Nilai DO (mg/L) Nilai kelayakan
1 14.00 1.24
2 18.00 0.84
3 22.00 1.32 0, 5 – 2 mg/L
4 02.00 2
5 06.00 1.32
6 10.00 1

Dari data yang diperoleh, ternyata kadar oksigen terlarut ( DO ) dalam kolam pembenihan ikan Karper ( Cyprinus carpio Blecker ) selalu berubah – ubah dari waktu ke waktu. Hal tersebut dapat dilihat bahwa dari pukul 14.00 sampai dengan pukul 22.00 mengalami perubahan nilai kadar oksigen terlarut. Sedangkan pada pukul 02.00 sampai 10.00 kadar oksigen terlarut semakin siang semakin rendah kandungan oksigen terlarut. Hal lain yang dapat dihubungkan adalah penurunan suhu pada saat mulai petang dan kembali terang (pagi) kembali. Perubahan kadar oksigen terlarut ini terlihat jelas perubahannya ketika intensitas cahaya matahari juga berubah. Pada siang hari oksigen terlarut berlimpah, sedangkan pada saat malam hari kadar oksigen terlarut semakin menipis, hal ini dapat dilihat dari grafik berikut :
Grafik kadar oksigen terlrut kolam pembenihan ikan Karper (Cyprinus carpio Blecker ) dapt dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik kadar oksigen terlrut kolam pembenihan ikan Karper
(Cyprinus carpio Blecker )

Kandungan oksigen terlarut (DO) dalam suatu perairan merupakan parameter pengubah kualitas air yang paling kritis dalam budidaya ikan, sebab dapat mempengaruhi kehidupan ikan yang dipelihara. Aktivitas organisme yang paling banyak menggunakan oksigen adalah proses pembusukan. Proses ini dapat berlangsung karena adanya aktivitas bakteri pembusuk yang menguraikan bahan-bahan organik seperti sisa makanan, kotoran ikan dan bahan organik lainnya (Eddy dan Evi, 1991).
4.1.1.2. karbondioksida (CO2)
Hasil pengamatan pengukuran kadar CO2 pada kolam pembenihan ikan Karper ( Cyprinus carpio Blecker ) PBIAT Ambarawa setiap 4 jam sekali selama 24 jam terjadi pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil pengukuran kadar CO2 dalam kolam ikan Karper
( cyprinus carpio Blecker )
No Waktu Nilai CO2 (mg/L) Nilai kelayakan
1 14.00 2.97
2 18.00 3.96
3 22.00 9.1 2 – 10 mg/L
4 02.00 5.7
5 06.00 7.5
6 10.00 4.75

Berbeda dengan kadar oksigen terlarut dalam air, kandungan karbondioksida berkebalikan intensitasnya dengan kadar oksigen terlarut dalam air. Semakin menipisnya intensitas cahaya matahari, kandungan karbondioksida dalam air semakin besar. Sedangkan semakin banyaknya intensitas cahaya matahari, kandungan karbon dioksida menipis kembali. Gerak laju karbondioksida dapat dilihat pada Gambar 3 berikut:
Gambar 3. Hasil pengukuran kadar karbondioksida kolam pembenihan ikan karper (Cyprinus carpio Blecker )
Karbondioksida merupakan senyawa yang sangat penting bagi tumbuhan dalam proses membuat makanan. Karbondioksida juga merupakan produk yang dihasilkan oleh respirasi, proses dimana tumbuhan atau hewan mengubah karbohidrat menjadi energi (Templeton, 1984).
Kadar karbondioksida yang dikehendaki oleh ikan adalah tidak lebih dari 12 ppm dengan kandungan yang terendah 2 ppm. Kadar CO2 sebesar 50 sampai 100 ppm akan membunuh ikan dalam jangka waktu yang relatif lama. Jadi perlu kita menentukan apakah suatu perairan mengandung CO2 yang cukup untuk tumbuh-tumbuhan air, tetapi masih belum berbahaya bagi kehidupan ikan. Kehidupan ikan adalah maksimal 15 mg/L (Brown, 1980).
4.1.1.3. alkalinitas
Pada hasil pengamatan, didapat hasil pengukuran kadar alkalinitas pada kolam pembenihan ikan Karper ( Cyprinus carpio Blecker ) PBIAT Ambarawa setiap 6 jam sekali selama 24 jam terjadi pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil pengukuran kadar alkalinitas dalam kolam ikan Karper
( Cyprinus carpio Blecker )
No Waktu Nilai alkalinitas (mg/L CaCO3) Nilai kelayakan
1 15.00 6.25
2 21.00 10 5 – 10 mg/L
3 03.00 9.25
4 09.00 5.25

Berikut grafik laju gerak kadar alkalinitas pada kolam pembenihan ikan Karper ( Cyprinus carpio Blecker) dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Hasil pengukuran kadar alkalinitas kolam pembenihan ikan ………………Karper (Cyprinus carpio Blecker)
Tersedianya Karbondioksida untuk pertumbuhan plankton berkaitan dengan alkalinitas air. Perairan dengan total alkalinitas kurang dari 15-20 mg/L biasanya mengandung sedikit CO2 sedangkan yang total alkalinitasnya 20-150 mg./l mengandung CO2 yang cukup untuk produksi plankton daripada budidaya ikan, karbondioksida seringkali rendah suplainya pada periaran yang total alkalinitasnya tidak lebih dari 200-250 mg/l. perairan dengan alkalinitas rendah mempunyai daya tangkap (buffer) yang rendah terhadap perubahan pH dan pengurangan CO2 menghasilkan peningkatan pH yang mendadak (Cholik., 1986).
4.1.1.4. pH
Hasil pengamatan, pengukuran derajat keasaman pada kolam pembenihan ikan karper (Cyprinus carpio Blecker ) PBIAT Ambarawa setiap 6 jam sekali selama 24 jam tersaji pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil pengukuran pH pada kolam pembenihan ikan karper
…………..(Cyprinus carpio Blecker)
No Waktu Nilai pH Nilai Kelayakan
1 15.00 7
2 21.00 7 7
3 03.00 7
4 09.00 7

Jika diamati seksama, gerak laju pH kolam pembenihan ikan Karper (Cyprinus carpio Blecker) senada dengan gerak laju alkalinitas dalam kolam tersebut, dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Hasil pengukuran kadar pH kolam pembenihan ikan karper …………(Cyprinus carpio Blecker)
4.1.1.5. kesadahan
Hasil pengamatan, pengukuran kadar kesadahan pada kolam pembenihan ikan Karper (Cyprinus carpio Blecker ) PBIAT Ambarawa setiap 6 jam sekali selama 24 jam tersaji dalam Tabel 9.

Tabel. 9. Hasil pengukuran kadar kesadahan kolam pembenihan ikan karper (Cyprinus carpio Blecker)
No Waktu Nilai kesadahan (mg/L CaCO3) Nilai kelayakan
1 15.00 60
2 21.00 69 60 – 100 mg/L CaCO3
3 03.00 109.5
4 09.00 78

Berikut Grafik laju gerak kadar kesadahan pada kolam pembenihan ikan Karper (Cyprinus carpio Blecker) dapat dilihat pada Gambar 6.
Grafik. 6. Hasil pengukuran kadar kesadahan kolam pembenihan ikan ………… Karper ( Cyprinus carpio Blecker )
4.1.2. Parameter biologi
4.1.2.1. produktivitas primer
Pada pengamatan produktivitas primer selama 4 jam pada waktu optimum konsentrasi cahaya matahari (07.00 – 11.00 WIB) didapat hasil pengukuran produktivitas primer sebagai berikut:
Kadar oksigen terlarut (DO) botol terang (BT): 1.6
Kadar oksigen terlarut (DO) botol gelap (BG): 0.8
Produktivitas primer (PP): 55.5 gr/m3/jam
4.1.3. Parameter fisika
4.1.3.1. debit air
Debit air yang diukur adalah saluran masuk air pada kolam. Debit air ini menggambarkan jumlah pasokan air per satuan waktu yang mengalir pada kolam pembenihan ikan Karper (Cyprinus carpio Blecker ) di PBIAT Ambarawa.
Pada pengukuran debit air di kolam menunjukkan hasil yang berubah-ubah. Perubahan tersebut bersifat fluktuatif atau random. Berikut hasil pengukuran debit air kolam pembenihan ikan karper (Cyprinus carpio Blecker) di PBIAT Ambarawa tersaji pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil pengukuran debit air (Q) kolam pembenihan ikan Karper ….(Cyprinus carpio Blecker)
No. Waktu Nilai Q (L/s)
1 13.00 0.30
2 14.00 0.29
3 15.00 0.38
4 16.00 0.00
5 17.00 0.21
6 18.00 0.41
7 19.00 0.14
8 20.00 0.17
9 21.00 0.14
10 22.00 0.20
11 23.00 0.17
12 24.00 0.14
13 1.00 0.16
14 2.00 0.16
15 3.00 0.15
16 4.00 0.13
17 5.00 0.00
18 6.00 0.00
19 7.00 0.23
20 8.00 0.11
21 9.00 0.11
22 10.00 0.15
23 11.00 0.17
24 12.00 0.13

4.1.3.2. suhu
Pada pengukuran suhu di kolam menunjukkan hasil yang berubah-ubah. Perubahan tersebut bersifat fluktuatif atau random. Berikut hasil pengukuran suhu air kolam pembenihan ikan karper (Cyprinus carpio Blecker) di PBIAT Ambarawa tersaji pada Table 7.
Tabel 11. Hasil pengukuran suhu air dan udara kolam pembenihan ikan …Karper (Cyprinus carpio Blecker )
No. Waktu Suhu air (°C) Suhu udara (°C) Nilai Kelayakan
inlet tengah outlet
1 13 28 29 29 33
2 14 24 29 29 32
3 15 25 28 30 32.5
4 16 28 28.5 29 31
5 17 26 28 28 25
6 18 23 24 24 22.5
7 19 20 22 22 24.5
8 20 23 23 22 25
9 21 23 23 22 24.5
10 22 23 23 23 24 20 – 30
11 23 22 22 22 25
12 24 25 24 21 24
13 1 25 24 21 24
14 2 20 21 20 23
15 3 21 21 22 22.5
16 4 22 23 23 22
17 5 23 24 24 23
18 6 23 24 25 24
19 7 24 24 24 24
20 8 23 24 24 20
21 9 24 24 24 20
22 10 26 25 25 30
23 11 26 26 27 32
24 12 25 26 25 32

4.1.3.3. kecerahan
Pada pengukuran kecerahan kolam menunjukkan hasil yang berubah-ubah. Berikut tabel hasil pengukuran kecerahan kolam pembenihan ikan karper ( Cyprinus carpio Blecker ) di PBIAT Ambarawa tersaji pada tabel 8
Tabel 12. Hasil pengukuran kecerahan kolam pembenihan ikan Karper
(Cyprinus carpio Blecker )
No.
Waktu
Nilai kecerahan (cm) Nilai rata-rata (cm)
inlet tengah outlet
1 13.00 15.5 17 0.48 10.99
2 14.00 31 24.5 49 34.83
3 15.00 27.5 19.5 22 23.00
4 16.00 29 25 22.5 25.50
5 17.00 43 42.5 36.5 40.67
6 18.00 0 0 0 0
7 19.00 0 0 0 0
8 20.00 0 0 0 0
9 21.00 0 0 0 0
10 22.00 0 0 0 0
11 23.00 0 0 0 0
12 24.00 0 0 0 0
13 1.00 0 0 0 0
14 2.00 0 0 0 0
15 3.00 0 0 0 0
16 4.00 0 0 0 0
17 5.00 0 0 0 0
18 6.00 44 53 49 48.67
19 7.00 34 15.5 48 32.50
20 8.00 41.5 44 36 40.50
21 9.00 31 28.5 30 29.83
22 10.00 29.5 29 31.05 29.85
23 11.00 0 0 0 0
24 12.00 0 0 0 0

4.1.3.4. Kedalaman
Pada pengukuran kedalaman kolam menunjukkan hasil yang berubah-ubah. Berikut tabel hasil pengukuran kedalaman pada kolam pembenihan ikan karper (Cyprinus carpio Blecker ) di PBIAT Ambarawa tersaji pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil pengukuran kedalaman kolam pembenihan ikan Karper
(Cyprinus carpio Blecker )
No. Waktu Nilai kedalaman (cm) Nilai rata-rata (cm)
inlet Tengah Outlet Nilai kelayakan
1 13.00 41 53 58 50.67
2 14.00 43 46 50 46.34
3 15.00 42 52 56 50
4 16.00 29 25 22.5 25.5
5 17.00 25 53 58 45.34
6 18.00 40 55 45 46.67
7 19.00 57 55.5 55 55.83
8 20.00 43 40 40 41
9 21.00 45 57 60 54
10 22.00 47 57 52 52
11 23.00 45 55 52 50.67 45 – 59
12 24.00 55 59 47 53.67
13 01.00 55 57 49 53.67
14 02.00 50 58 58 55.33
15 03.00 47 56 57 53.33
16 04.00 60 57 59 58.67
17 05.00 47 55 60 54
18 06.00 44 53 60 52.33
19 07.00 42 51 55 49.33
20 08.00 41 50 51 47.33
21 09.00 24 58 55 45.67
22 10.00 43 54 52 49.67
23 11.00 47 50 46 47.67
24 12.00 45 46 43 44.67

4.1.3.5. Arus
Pada pengukuran arus air di kolam menunjukkan hasil yang berubah-ubah. Berikut hasil pengukuran arus air kolam pembenihan ikan Karper (Cyprinus carpio Blecker) di PBIAT Ambarawa tersaji pada Tabel 14.
Tabel 14. Hasil pengukuran arus kolam pembenihan ikan Karper
(Cyprinus carpio Blecker )
No.
Waktu
Nilai arus (m/s) Nilai rata-rata (m/s)
inlet tengah outlet
1 13.00 0.022 0 0 0.01
2 14.00 0.012 0 0 0.004
3 15.00 0 0 0 0
4 16.00 0.013 0.008 0 0.03
5 17.00 0 0 0 0
6 18.00 0.29 0 0 0.1
7 19.00 0.025 0.003 0.006 0.01
8 20.00 0.002 0 0 0.001
9 21.00 0 0 0 0
10 22.00 0.03 0 0 0.01
11 23.00 0.03 0 0 0.01
12 24.00 0 0 0 0
13 1.00 0.016 0 0 0.005
14 2.00 0.02 0.02 0.02 0.02
15 3.00 0.02 0.02 0.02 0.02
16 4.00 0.02 0.02 0.003 0.01
17 5.00 0 0 0 0
18 6.00 0 0.01 0 0.003
19 7.00 0.01 0 0 0.003
20 8.00 0.01 0.01 0.005 0.01
21 9.00 0.03 0 0 0.01
22 10.00 0.01 0 0 0.003
23 11.00 0.015 0 0 0.005
24 12.00 0 0 0 0

4.2. Pembahasan
4.2.1. Parameter kimia
4.2.1.1. Oksigen terlarut ( DO )
Pada pengukuran kadar oksigen terlarut ( DO ) pada kolam pembenihan ikan Karper ( Cyprinus carpio Blecker ) kadar oksigen sesuai dengan intensitas cahaya matahari dari jam ke jam serta kadar karbondioksida yang terkandung dalam kolam. Pada pukul 14.00 sampai pukul 18.00 terjadi penurunan kadar oksigen hal ini dapat disebabkan karena intensitas cahaya matahari yang masuk kurang sehingga terjadi penurunan kadar oksigen, pada pukul 18.00 sampai pukul 10.00 terjadi kenaikan kadar oksigen yang terjadi pada pukul 02.00 setelah itu terjadi penurunan kadar Oksigen yang disebabkan karena pada malam hari, fotosintesis berhenti tetapi respirasi tetap berlangsung, kadar oksigen maksimum terjadi pada malam hari sedangkan kadar oksigen minimum terjadi pada pagi hari.

4.2. Pembahasan
4.2.1. Parameter kimia
4.2.1.1. oksigen terlarut (DO)
Pada pengukuran kadar oksigen terlarut (DO) kolam pembenihan ikan Karper (Cyprinus carpio Blecker) mengikuti pola yang pada umumnya ada. Kadar oksigen sesuai dengan intensitas cahaya matahari dari jam ke jam. Pada pukul 14.00 sampai pukul 18.00 terjadi penurunan kadar oksigen hal ini dapat disebabkan karena intensitas cahaya matahari yang masuk kurang sehingga terjadi penurunan kadar oksigen, pada pukul 18.00 sampai pukul 10.00 terjadi kenaikan kadar oksigen yang terjadi pada pukul 02.00 setelah itu terjadi penurunan kadar oksigen yang disebabkan karena pada malam hari, fotosintesis berhenti tetapi respirasi tetap berlangsung, kadar oksigen maksimum terjadi pada malam hari sedangkan kadar oksigen minimum terjadi pada pagi hari.
Oksigen terlarut dalam air (DO) adalah hasil dari aktivitas fotosintesis dari fitoplankton-fitoplankton atau tumbuhan air seperti algae yang melakukan aktivitas fotosintesis pada cahaya matahari optimal. Produknya berupa zat organik dan oksigen. Berbeda ketika cahaya matahari menipis, aktivitas fotosintesis berkurang bahkan tidak terjadi (malam) menyebabkan turunnya kadar oksigen dalam air (DO), sedangkan aktivitas yang banyak terjadi adalah respirasi dengan produk CO2. Hal ini menyebabkan kadar oksigen terlarut menipis dan kadar CO2 meningkat pada kondisi petang hingga gelap (Sutanto, 1994).
4.2.1.2. karbondioksida (CO2)
Pada pengukuran kadar karbondioksida (CO2) dalam kolam pembenihan ikan Karper (Cyprinus carpio Blecker), didapat nilai berturut-turut sebagai berikut (dalam mg/L): 2.97 ,3.96 , 9.10 , 5.7 , 7.5 , dan 4.75. Nilai pada pukul 14.00 sampai 02.00 dapat digambarkan sebagai kurva tersebut naik sedangkan pada pukul 02.00 sampai pukul 10.00 terjadi penurunan dan kenaikan karbondioksida hal ini dapt disebabkan karena proses fotosintesis, evaporasi dan agitasi air.
Karbondikosida atau zat asam arang diperlukan ikan pada proses fotosintesis media hidup di kolam, selain itu diperlukan sebagai bahan bakar untuk membuat zat pati dalam butir hijau daun tumbuhan air. Karbondioksida merupakan hasil buangan dari ikan dan makhluk hidup lainnya. Kandungan karbondioksida dalam air untuk pemeliharaan ikan di air tenang seperti budidaya ikan Karper (Cyprinus carpio Blecker) sangat banyak dibutuhkan daripada oksigen. Kandungan karbondioksida maksimum dalam air yang tepat adalah 25 ppm (Sutanto, 1994).
Kadar karbondioksida yang dikehendaki oleh ikan kebanyakan adalah tidak lebih dari 5 mg / L . Kadar karbondioksida bebas sebesar 10 mg / L masih dapat ditolerir oleh organisme akuatik, asal disertai dengan kadar oksigen yang cukup. Sebagian besar organisme akuatik masih dapat bertahan hidup hingga kadar karbondioksida bebas mencapai sebesar 60 mg / L (Boyd,1988).
4.2.1.3. alkalinitas
Pada pengukuran alkalinitas yang dilakukan setiap 6 jam sekali selama 24 jam adalah sebagai berikut (dalam mg/L CaCO3) : 6, 10, 9.25, dan 5.25. Dari nilai tersebut dapat dilihat bahwa nilai alkalinitas dapat digambarkan dengan grafik kurva naik. Nilai alkalinitas ini jika diperhatikan secara seksama adalah berbanding lurus terhadap nilai kadar karbondioksida (CO2). Karbondioksida yang melimpah pada malam hari ternyata mengakibatkan alkalinitas suatu perairan naik. Begitu dengan pH, saat malam hari pH yang turun mengakibatkan perairan menjadi lebih asam dan alkalinitas perairan naik.
Total alkalinitas adalah konsentrasi total dari basa yang terkandung dalam air yang dinyatakan dalam mg/l yang setara dengan Kalsium karbonat. Secara ilmiah, nilai pH perairan dipengaruhi oleh konsentrasi Karbondioksida dan senyawa bersifat asam, oleh karena itu alkalinitas dan pH air mempunyai hubungan timbal balik.
(Cholik.et.al, 1986).
Tersedianya karbondioksida untuk pertumbuhan plankton berkaitan dengan alkalinitas air. Perairan dengan total alkalinitas kurang dari 15-20 mg/l biasanya mengandung sedikit CO2 sedangkan yang total alkalinitasnya 20-150 mg/L mengandung CO2 yang cukup untuk produksi plankton daripada budidaya ikan, karbondioksida seringkali rendah suplainya pada periaran yang total alkalinitasnya tidak lebih dari 200-250 mg/l. Perairan dengan alkalinitas rendah mempunyai daya tangkap (buffer) yang rendah terhadap perubahan pH dan pengurangan CO2 menghasilkan peningkatan pH yang mendadak (Cholik.et.al, 1986).
4.2.1.4. pH
Pada pengukuran pH selama 1×24 jam setiap 6 jam sekali didapat nilai pH eksperimen pertama dan seterusnya sebagai berikut: 7,7,7, dan 7. Nilai pH yang terkandung pada kolam pembenihan ikan Karper (Cyprinus carpio Blecker) yaitu netral dan sangat cocok untuk pertumbuhan biota yang hidup di kolam tersebut.
Derajat keasaman (pH) adalah kadar keasaman suatu perairan. Tingkat pH diukur dengan pH paper sebagai indikator tingkat keasaman suatu perairan. Nilai pH suatu perairan merupakan pendukung optimalnya perkembangan biota di dalamnya. Nilai pH diklasifikasikan sebagai berikut :
Menurut Templeton (1984), Air yang berasal dari bak pemeliharaan biasanya telah mengandung gas CO2 cukup tinggi sehingga menyebabkan pH airnya menurun, karena meningkatnya jumlah ion H+ dalam air.
4.2.1.5. kesadahan
Pada pengukuran nilai kesadahan (hardness) kolam pembenihan nila hitam (Oreochromis niloticus Blecker) didapat nilai sebagai berikut (dalam mg/L CaCO3) : 60, 69 , 109.5 , dan 78. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa kesadahan suatu perairan ini dapat berubah (tidak konstan) karena dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada di dekatnya seperti CO2, pH, dan alkalinitas. Nilai kesadahan yang dihitung pada kolam pembenihan ikan Karper (Cyprinus carpio Blecker) ini tergolong dalam kesadahan yang menegah.
( moderately hard ).

4.2.2. Parameter biologi
4.2.2.1. produktivitas primer
Produktivitas primer yang diukur pada rentang waktu pukul 7.00 – 11.00 WIB kolam pembenihan ikan Karper (Cyprinus carpio Blecker) adalah 55.5 grC/m3/jam. Menunjukkan laju pembentukan senyawa-senyawa organik suatu perairan adalah 55.5 karbon dihasilkan tiap satuan waktu.
Metode yang dipakai dalam pengukuran produktivitas ini adalah metode kandungan oksigen terlarut yang dihasilkan pada 2 perlakuan berbeda sebagai pembanding. Metode ini adalah indikator berjalannya proses fotosintesis suatu perairan dengan produknya adalah oksigen yang diukur. Pembanding di sini adalah adanya tahanan atau halangan cahaya matahari pada botol BOD dan botol yang lain dibiarkan terkena cahaya matahari langsung.
Metode ini didasarkan atas terbentuknya oksigen selama berlangsungnya proses fotosintesis. Dapat diasumsikan bahwa dalam proses fotosintesa, jumlah oksigen yang terbentuk setara dengan jumlah karbondioksida yang dipakai. Meskipun asumsi ini tidak terlalu tepat, tetapi cara perhitungan karbon yang terbentuk dari evolusi oksigen masih digunakan. Secara sederhana fotosintesa dapat dinyatakan dalam reaksi sebagai berikut :
6 CO2 + 6 H2O C6H12O6 + O2 + energi x cal.
(Nybakken,1988)
4.2.3. Parameter fisika
4.2.3.1. debit air
Debit atau pasokan air yang mengalir pada kolam pembenihan ikan Karper (Cyprinus carpio Blecker) merupakan salah satu parameter penjaga sirkulasi materi di dalam kolam tersebut. Debit air dipengaruhi oleh sumber dari debit itu sendiri. Sistem debit di dalam kolam pembenihan ikan Karper (Cyprinus carpio Blecker) mengalir dengan cukup. Debit ini menjadi faktor penting dalam sirkulasi air bersih di kolam tersebut.
Debit air di kolam pembenihan ikan Karper (Cyprinus carpio Blecker) berubah-ubah nilainya dan bersifat fluktuatif. Perubahan nilai debit ini bisa disebut sebagai faktor luar yang tidak terlalu mengikat faktor-faktor kimiawi di dalam kolam terkecuali sebagai penyedia material air yang segar sebagai sirkulasi air di kolam.
Debit air yang mengalir ke kolam sistem air deras merupakan faktor yang memegang peranan yang sangat penting untuk menghasilkan produksi yang tinggi. Debit air terlalu rendah akan mengakibatkan produksi ikan menurun, karena kandungan oksigen dalam air menjadi berkurang dan sisa makanan atau kotoran hasil metabolisme tidak dapat segera dibuang. Debit air yang terlalu deras akan mengakibatkan pertumbuhan ikan menjadi terhambat, karena sebagian besar energi yang diperoleh akan di pergunakan untuk mempertahankan diri dari pengaruh arus air yang terlalu besar. Menurut Meske (1973), untuk kolam dengan luas 50 m2, debit air yang optimal berkisar antara 100 – 150 liter air setiap detiknya (Eddy dan Evi, 1988).
4.2.3.2. suhu
Hasil pengukuran suhu pada kolam pembenihan ikan Karper (Cyprinus carpio Blecker) Suhu merupakan salah satu sifat fisik yang dapat mempengaruhi nafsu makan dan pertumbuhan badan ikan. Suhu yang optimal untuk ikan didaerah tropis biasanya berkisar antara 25 – 30 oC, perbedaan suhu antara siang dan malam tidak boleh melebihi 5 oC. Suhu berpengaruh terhadap pertukaran zat–zat atau metabolisme dari makluk hidup. Pada daerah yang beriklim panas, proses perombakan berlangsung sangat cepat sehingga tidak memungkinkan bagi plankton yang tumbuh pada daerah tersebut untuk mencapai jumlah yang sangat besar. Suhu juga mempengaruhi kadar oksigen dalam air. Semakin tinggi suhu suatu perairan, maka semakin kecil kadar oksigen dalam perairan (Sutanto, 1994).
Ikan – ikan tropis tumbuh dengan baik pada suhu air antara 250C – 320 C. Sedangkan suhu sedemikian itu umumnya terjadi di Indonesia sehingga sangat menguntungkan bagi usaha budidaya ikan (Cholik et al. , 1986).
Pada umumnya ikan mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu yang mendadak, karenanya pemindahan ikan secara mendadak ke tempat yang suhunya jauh lebih tinggi atau sangat rendah perlu dihindari. Sering kali, perubahan sebesar 5 0C dapat menyebabkan strees pada ikan atau mudah membunuhnya. Pengaruh buruk yang lebih nyata terjadi apabila pemindahan mendadak itu dilakukan dari tempat yang dingin ke tempat yang lebih panas. Oleh karena itu, dalam kegiatan pemindahan ikan perlu diperhatikan faktor perubahan suhu dari tempat yang baru. Pemindahan dengan melalui aklimatisasi suhu terlebih dulu sangat dianjurkan (Cholik et. al. 1986).
4.2.3.3. kecerahan
Kecerahan atau kemampuan intensitas cahaya matahari untuk menembus badan perairan berperan penting dalam menaikkan aktivitas fotosintesis dalam perairan pada intensitas cahaya matahari optimum. Kecerahan adalah rata-rata batas suatu objek remang-remang terlihat (K1) dan objek tidak terlihat sama sekali (K2) dan tidak ada intensitas cahaya yang masuk.
Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan, kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapisan-lapisan manakah yang tidak keruh, yang agak keruh, dan yang paling keruh, serta lain sebagainya.
Menurut Odum (1971) pengukuran kecerahan dapat digunakan untuk menentukan besarnya produktifitas primer dalam perairan. Kecerahan air adalah bentuk pencerminan daya tembus atau intensitas cahaya yang masuk dalam perairan. Kecerahan perairan juga dapat ditentukan karena adanya fitoplankton atau tumbuhan air lainnya yang terdapat dalam perairan. Kecerahan air dapat diukur apabila kedalaman tembus cahaya matahari ke dalam kolam minimum 40 cm.
Kemampuan cahaya matahari untuk menembus sampai ke dasar perairan dipengaruhi oleh kekeruhan air. Menurut Slamet Soeseno (1981), yang mempengaruhi kekeruhan ialah :
a. Benda-benda halus yang disuspensikan (seperti lumpur dan sebagainya).
b. Jasad-jasad renik yang merupakan plankton.
c. Warna air.
4.2.3.4. kedalaman
Kedalaman atau ketinggian badan air dari substrat diukur dengan alat modifikasi secchi disc. Alat ini mengukur ketinggian pada tahap waktu yang berbeda. Kedalaman suatu perairan berpengaruh dalam banyaknya material air yang dikandung dalam perairan tersebut. Pada kolam pembenihan ikan Karper (Cyprinus carpio Blecker), kedalaman 49 cm. Kedalaman tersebut sesuai untuk kolam pembenihan.
Menurut Hutabarat dan Evans (1985) kedalaman perairan merupakan petunjuk keberadaan parameter oseanografi. Intensitas cahaya matahari akan berkurang secara cepat dan akan menghilang pada kedalaman tertentu, begitu pula temperatur dan kandungan oksigen terlarut (disolved oxigen) semakin berkurang pada kedalaman tertentu sampai dasar perairan. Jadi kadar oksigen terlarut sangat berkaitan juga dengan variabel kedalaman suatu perairan atau kolam. Fitoplankton dalam melakukan fotosintesis membutuhkan cahaya matahari. Penyinaran cahaya matahari akan berkurang secara cepat dengan makin tingginya kedalaman. Ini sebabnya fitoplankton sebagai produsen primer hanya dapat didapat di suatu daerah atau kedalaman dimana sinar matahari dapat menembus pada badan perairan.

4.2.3.5. arus
Menurut Hutabarat dan Evans (1985) kedalaman perairan merupakan petunjuk keberadaan parameter oseanografi. Intensitas cahaya matahari akan berkurang secara cepat dan akan menghilang pada kedalaman tertentu, begitu pula temperatur dan kandungan oksigen terlarut (disolved oxigen) semakin berkurang pada kedalaman tertentu sampai dasar perairan. Jadi kadar oksigen terlarut sangat berkaitan juga dengan variabel kedalaman suatu perairan atau kolam. Fitoplankton dalam melakukan fotosintesis membutuhkan cahaya matahari. Penyinaran cahaya matahari akan berkurang secara cepat dengan makin tingginya kedalaman. Ini sebabnya fitoplankton sebagai produsen primer hanya dapat didapat di suatu daerah atau kedalaman dimana sinar matahari dapat menembus pada badan perairan.
Hutabarat (2000) menyatakan bahwa kecepatan arus di perairan umum yang tergenang (lentic water bodies) misal danau dan resevoir pada umumnya lebih rendah daripada kecepatan arus di laut ataupun sungai. Kecepatan arus di perairan danau atau resevoir dipengaruhi oleh angin dan kecepatan arus di perairan lentic sangat bervariasi, dan hal ini bukan faktor – faktor dalam pemilihan lokasi untuk budidaya kolam.

V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Setelah mengadakan pengamatan terhadap pembenihan pada kolam ikan Karper (Cyprinus carpio Blecker) maka dapat diambil kesimpulan:
1. Kondisi Limnologi pada habitat kolam air tawar untuk pembenihan Ikan Karper (Cyprinus carpio Blecker) harus memenuhi parameter-paremeter dalam perairan, Parameter Kimia, meliputi: oksigen terlarut, karbondioksida, alkalinitas, derajat keasaman (pH), dan kesadahan. Parameter Biologi, meliputi: produktivitas primer. Parameter Fisika, meliputi: suhu air, suhu udara, kecerahan, debit air,.arus dan kedalaman.
2. Beberapa aspek Limnologi untuk kolam pembenihan kualitas air sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Semua jenis kualitas air mempunyai pengaruh yang saling berhubungan antar parameter.
3. Derajat keasaman (pH) suatu perairan dipengaruhi oleh proses fotosintesis dan respirasi. Derajat Keeasaman (pH) netral adalah 7. Merupakan pH yang cocok untuk perairan.

5.2. Saran
Saran yang mungkin dapat kami berikan untuk memperbaiki segala kekurangan-kekurangan selama praktikum Limnologi, untuk praktikum yang akan datang adalah sebagai berikut :
1. Bahan-bahan untuk keperluan praktikum, khususnya reagen diharapkan dapat tersedia dengan lebih baik lagi dan memadai sebagai antisipasi.
2. Prosedur-prosedur dalam buku petunjuk praktikum sebaiknya diperjelas agar praktikan mudah memahami dengan lebih baik guna kelancaran praktikum.
3. Ketertiban dan keamanan hendaknya lebih dijaga dan ditingkatkan lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, Eddy dan Evi Liviawaty. 1998. Beberapa Metode Budidaya Ikan. Kanisius: Yogyakarta
Agromedia. 2002. Budidaya Ikan di Air Tawar. Kanisius. Yogyakarta.

Asmawi. 1973. Pemeliharaan Ikan dalam Keramba. Gramedia: Jakarta.
Boyd, C. E. 1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Auburn University Agriculture Experiment Station, Alabama: USA.
Cholik et al. 1986. Pengelolaan Kualitas Air Kolam Ikan. UNFISH dan IDRC: Jakarta.
Cole, G.A. 1988. Textbook of Limnology. Third edition. Wafeland Press, Inc., Illinois: USA. 401p.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius: Yogyakarta.
Ghufron dan Kordi. 1997. Laut Nusantara. Djambatan: Bandung.

Hutabarat, Sahala dan Evans. 1986. Pengantar Oceanografi. Universitas Indonesia Press : Jakarta.
Jeffries, M. and Mills D. 1996. Freshwater Ecology, Principles, and Application. John Wiley and Sons, Chichester, UK. 285p.
Mc Neely et al. 1979. Water Quality Source Book, A Guide to Water Quality Parameter. Inland Water Directorate, Water Quality Branch: Ottawa, Canada. 89 p.
Nybakken, J. 1992. Biologi Laut : Suatu pendekatan Ekologis. Gramedia, Jakarta.
Novonty dan Olem. 1994. Kualitas Air untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Sounder Company: Toronto.
Rejeki, Sri. 2001. Pengantar Budidaya Perairan. Universitas Diponegoro: Semarang
Raymond. 1963. Plankton and Productivity in Ocean. Pergamon Press: Oxford.
Sachlan. 1992. Planktonologi. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro: Semarang.
Soerdarsono, Prijadi. 1986. Plankton Perairan. Universitas Diponegoro: Semarang
Susanto, Heru. 1986. Membuat Kolam Ikan. Penebar Swadaya: Jakarta
Tebbutt, T. H. Y. 1992. Principles of Water Quality Control. Fourth edition. Pergamon Press: Oxford. 251 p.
Wardoyo, Haslam dan K. Braptohardjo. 1978. Kualitas Air. untuk Bidang Perikanan. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

(y)

Posting Komentar

1.DOWNLOAD MATERI-MATERI PERIKANAN (ARDANA) DISINI 2.TUTORIAL BLOG DISINI